Dalam dunia bisnis B2B, memahami kewajiban perpajakan adalah kunci untuk menjaga kelangsungan usaha. Salah satu kewajiban tersebut adalah menghitung dan membayar Pajak Penghasilan (PPh) 23, termasuk dalam transaksi jasa ekspedisi. Sayangnya, banyak pelaku bisnis yang masih salah kaprah atau bahkan tidak menyadari bahwa transaksi jasa ekspedisi bisa terkena PPh 23. Artikel ini akan membimbing Anda dengan pengalaman dan keahlian praktis, agar bisnis Anda tetap patuh terhadap regulasi perpajakan Indonesia.
daftar isi

Apa Itu PPh 23 dalam Konteks Jasa Ekspedisi?
PPh 23 adalah pajak yang dikenakan atas penghasilan dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, yang dibayarkan oleh badan usaha kepada wajib pajak dalam negeri. Khusus untuk jasa ekspedisi, pengenaan PPh 23 menjadi relevan apabila transaksi dilakukan dengan skema penyedia jasa ekspedisi profesional yang berbadan hukum, dan bukan hanya sekadar jasa pengiriman biasa.
Namun, tidak semua aktivitas ekspedisi dikenakan PPh 23. Hal ini tergantung pada klasifikasi jasa dan ketentuan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak serta Peraturan Menteri Keuangan yang berlaku.
Kapan Jasa Ekspedisi Dikenakan PPh 23?
Jasa ekspedisi akan dikenakan PPh 23 apabila memenuhi kriteria berikut:
- Penyedia jasa merupakan badan usaha berbentuk PT, CV, atau firma, dan bukan hanya sekadar perusahaan logistik biasa.
- Jasa yang diberikan bukan sekadar pengiriman barang biasa, melainkan jasa terkait seperti manajemen logistik, distribusi, atau freight forwarding.
- Tidak menggunakan skema self-service (seperti jasa titip kirim tanpa perjanjian formal).
Tarif PPh 23 untuk Jasa Ekspedisi
Tarif PPh 23 untuk jasa ekspedisi ditetapkan sebesar 2% dari jumlah bruto atas imbalan jasa yang dibayarkan, tidak termasuk PPN.
Berikut rinciannya:
Komponen | Penjelasan |
---|---|
Objek Pajak | Imbalan jasa ekspedisi |
Subjek Pajak | Penyedia jasa (badan usaha) |
Tarif | 2% dari bruto, tidak termasuk PPN |
Perlu dicatat, “jumlah bruto” yang dimaksud adalah seluruh nilai yang diterima atau diperoleh penyedia jasa sebelum dipotong pajak dan PPN.
Cara Menghitung PPh 23 untuk Jasa Ekspedisi
Agar lebih mudah dipahami, mari kita simulasikan perhitungannya:
Contoh Kasus:
Perusahaan Anda membayar jasa ekspedisi senilai Rp100.000.000 (belum termasuk PPN).
Langkah-langkahnya:
- Tentukan jumlah bruto:
Rp100.000.000 - Hitung PPh 23:
2% x Rp100.000.000 = Rp2.000.000 - Potong PPh 23 dari nilai pembayaran jasa, lalu setorkan ke kas negara.
- Berikan bukti potong kepada pihak penyedia jasa sebagai bukti pemotongan.
Catatan:
PPN tetap dihitung secara terpisah dan dibayarkan penuh kepada penyedia jasa.
Dokumen yang Harus Disiapkan
Untuk memastikan kepatuhan terhadap regulasi, berikut dokumen yang perlu Anda siapkan:
- Faktur dari penyedia jasa (yang mencantumkan nominal jasa dan PPN).
- Bukti potong PPh 23.
- Bukti setor pajak (SSP atau e-Bupot).
- Kontrak kerja sama jasa ekspedisi, jika ada, untuk mendukung dasar pemotongan pajak.
Risiko Jika Salah Menghitung PPh 23
Kesalahan dalam menghitung atau lalai memotong PPh 23 dapat berakibat serius, antara lain:
- Denda Administratif: Sesuai UU KUP, kesalahan atau keterlambatan dapat dikenai denda dan bunga.
- Pemeriksaan Pajak: Risiko diperiksa oleh Direktorat Jenderal Pajak yang dapat mengganggu jalannya bisnis.
- Kehilangan Kredibilitas: Bagi perusahaan B2B, kepatuhan pajak adalah bagian dari citra profesionalisme di mata mitra bisnis.
Kesimpulan
Menghitung PPh 23 atas jasa ekspedisi bukan hanya kewajiban administratif, melainkan bagian penting dari menjaga keberlanjutan dan kredibilitas bisnis Anda. Pastikan Anda memahami kapan transaksi terkena pajak, berapa besar tarifnya, dan bagaimana prosedur penghitungan serta pelaporannya.
Dengan memahami regulasi terbaru dan menghitung PPh 23 secara akurat, Anda tidak hanya patuh terhadap hukum, tetapi juga menunjukkan profesionalisme kepada mitra bisnis Anda.